Langsung ke konten utama

Niceli dalam Cerpen Keluar; Yetty A.KA



Ia masih ingat bunyi mangkuk jatuh. Itu mangkuk kesayangannya. Mangkuk yang tidak boleh pecah. Tapi semua sudah terjadi. Pecahan-pecahan mangkuk itu bahkan masih berserakan di lantai saat ia meninggalkan rumah.

Mangkuk Niceli pecah Norm! Apa yang akan kau lakukan?

Keluar, salah satu cerpen karangan Yetty A.KA penulis asal Padang, Sumatera Barat ini dimuat di koran Tempo, 22 Juni 2014. Yetty A.KA membuat saya terlena akan tuturannya. Beberapa waktu lalu saya disarankan untuk membaca cerpen ini. Awalnya saya sangat asing pada penulis ini, namun beberapa jam yang lalu sebelum tulisan ini dibuat, rupanya saya sempat membaca cerpen penulis yang lain beberapa bulan lalu.

Cerpen ini diawali dengan mangkuk pemberian Norm−salah satu tokoh yang ada di cerpen ini yang diberikan pada Niceli pecah. Mangkuk itu berserakan. Yetty A.KA menuliskan bahwa suatu hal yang berharga bisa berawal dari hal sepele, semisal dalam cerpen ini, hanya karena mangkuk yang diberikan Norm pada Niceli membuat hidup Niceli berubah.

Tapi Norm benar sekali. Setelah menikah, mangkuk itu jadi amat berguna baginya. Mangkuk itu menjadi alasan untuk membeli peralatan lain. Bagaimana mungkin ia hanya punya mangkuk? Ia harus punya piring, gelas, wajan, alat pembakar ikan, pisau dapur, talenan, begitu ia pikir.

Yetty A.KA membuat cerpen Keluar ini menarik bagi saya sendiri. Lagi-lagi karena penuturannya. Saya jadi bertanya-tanya, apa yang dipikirkan penulis saat menuliskan cerpen ini? Apakah dia merasakan apa yang dirasakan Niceli juga?

Niceli, tokoh cerpen ini sangat polos. Hal sepele merasuki tubuhnya, pikirannya seakan terpusat pada Norm. Apa yang dilakukan Niceli mengingatkannya pada Norm yang hampir menikah dengannya.

Ia menghela napas. Itu sepuluh tahun lalu. Saat ia menelepon Norm dan masih tertawa. Setelah itu ia makin jarang menelepon. Makin jarang tertawa. Ia takut mengganggu Norm. Ia tahu lelaki itu makin sibuk. Lagi pula apa kata pacar Norm jika ia terus-menerus menghubungi lelaki itu untuk menceritakan soal dapur, yang pasti saja tidak masuk daftar “urusan penting”.

Yetty A.KA memberikan satu hal yang berharga pada saya. Apa yang kau beri akan kembali padamu! Seperti halnya Norm, lelaki yang memberikan sebuah mangkuk pada Niceli. Namun, kau harus siap menerima risiko, semisal seseorang yang akan bergantung padamu!

Bandung, 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stres; Lepaskan Kepalaku! dalam Cerpen Bakdi Soemanto; Kepala

APA yang akan terjadi jika kepala mu terlepas? Atau apa yang akan kau lakukan saat kepalamu terlepas? Saya bertanya pada kawan dekat saya, sebagian dari mereka menjawab ‘mati’ sebagian lagi malah menertawakan. Katanya saya sedang bercanda. Tapi sungguh, kau tahu? Saya tidak sedang bercanda. Bakdi Soemanto yang membuat pertanyaan itu menyeruak. Dia seorang penulis asal Solo. Dalam cerpennya yang berjudul ‘Kepala’, cerpen yang sempat dimuat di koran Kompas pada tanggal 15 April 1984 ini menarik perhatian saya. Saat membaca pembukaan cerpen ini, saya sempat berpikir untuk tidak melanjutkan membaca cerpen lebih lanjut. Cerpen ini tidak memiliki hal yang mudah untuk dicerna. Kita sebagai pembaca dipaksa untuk memikirkan jalan keluar bagi masalah yang sedang terjadi pada tokoh utama. Bagi saya, cerpen ini memiliki sisi yang unik untuk dikaji. Baiklah saya akan mengulas sedikit cerpen Bakdi Soemanto ini. Cerpen ‘Kepala’ yang dimuat di koran Kompas ini membuat saya bertanya-tanya. ...

Membaca Kepedihan Perempuan dalam Wajah Terakhir; Mona Sylviana

sumber gambar: https://tinyurl.com/y4js4kqc             Sebelumnya, saya tidak tahu siapa penulis buku Wajah Terakhir. Mona Sylviana sangatlah asing di telinga. Mungkin karena saya kurangnya menelusuri hingga memperdalam buku yang tersebar dimana-mana. Pada mulanya saya pikir Mona Sylviana adalah penulis luar, entahlah. Tapi, Mona adalah perempuan kelahiran Bandung. Perkenalan pertama dengan Mona Sylviana berawal dari sebuah diskusi reboan ASAS―dua puisi saya yang termuat di Pikiran Rakyat dan Radar Cirebon ― dengan seorang senior di ASAS. Beliau memberikan banyak petuah, hingga pada akhirnya meminjamkan saya buku Mona.             Membaca Wajah Terakhir Mona Sylviana membuat saya teringat pada O.Henry. Saya mengenal O.Henry 2016 lalu saat seorang kawan menyarankan membaca tulisannya, hingga pada akhirnya saya mendapatkan buku miliknya di sebuah bookfair. Hadiah Ke...

Perjalanan Kafka Tamura dan Satoru Nakata dalam Dunia Kafka

Awal tahun 2019, saya mulai merapikan buku yang bercecer di kamar kostan. Teringat salah satu buku Haruki Murakami tak ada di tempatnya, rupanya satu tahun lalu, salah satu kawan meminjam buku yang masih sebulan di tangan dan belum sempat diakrabi. Buku itu menginap cukup lama dan tak kunjung pulang. Menjelang pertengahan Maret, tibalah kepulangannya dan bergabung dengan kawannya di rak. Berhubungan dengan hal itu, saya mengakrabi Dunia Kafka karangan Haruki Murakami dengan berbagai pose saat membaca. Butuh waktu hampir dua bulan menyelesaikan semua keakraban dengan Dunia Kafka, salah satunya karena ketebalan buku itu sendiri.   Perjalanan Dunia Kafka terbagi dengan dua plot berbeda. Plot pertama berkisah mengenai Kafka Tamura yang melarikan diri dari rumah. Kafka merupakan anak berusia 15 tahun, anak dari seorang pemahat patung terkenal di Tokyo. Kafka diceritakan memiliki alter ego bernama gagak. Di perjalanan melarikan diri ke Takamatsu, Kafka bertemu dengan Sakura ...