Langsung ke konten utama

Berkenalan dengan Prosa1

Oleh: Diyana Mareta Hermawati2
  
Perkenalan saya dengan prosa diawali jauh beberapa tahun ke belakang, mungkin sekitar tiga atau empat tahun ke belakang. Saat itu, akhir tahun 2016. Saya mulai menulis prosa walaupun, tulisan itu kadang tak memiliki tujuan. Saya menulis supaya bisa merileksasikan pikiran sebab saat itu kebanyakan anak SMA sedang disibukan oleh materi pengayaan untuk ujian nasional. Tulisan saya kadang berakhir manis dan tragis. Awalnya saya tak memedulikannya. Namun, seiring berjalannya waktu saya mulai mengerti, tulisan tidak akan pernah selesai tanpa dimulai lalu diselesaikan dan tidak akan pernah memiliki tujuan sendiri jika penulisnya saja tidak menyimpan ruh pada tulisannya.
Pada akhirnya, setiap orang bisa menulis prosa. Bagaimana caranya? Tinggal tulis! Kau tidak akan bisa menulis tanpa memulai. Beberapa minggu lalu saya membaca buku yang belum sempat selesai dibaca, What I Talk About, When I Talk About Running karya Haruki Murakami−penulis kontemporer Jepang. Pada bukunya, ada hal yang patut ditiru. Baginya menulis tidak bisa setengah-setengah. Baginya menulis seperti berlari. Seorang pemula akan kesulitan saat berlari karena napasnya yang tidak biasa. Maka, saat menulis, kau harus memulai dengan perlahan dan konsisten. Biasakanlah menulis setiap hari. Bahkan jika kau duduk di depan laptop tanpa mengetik apapun. Namun, percayalah saat itu terjadi, kau sedang berusaha membiasakan diri untuk menulis.
Bagi saya, menulis prosa adalah mencurahkan/menceritakan ide/gagasan terhadap suatu hal−keadaan sekitar atau penulis sendiri− berdasarkan pengalaman dan perenungan. Pengalaman ibaratkan bahan utama saat menulis prosa. Kadang, tanpa pengalaman kau akan kesulitan untuk menulis. Selain itu, perbanyaklah membaca karya orang lain sebab ini penting. Kau akan bisa mengukur kekurangan apa yang ada dalam tulisan sendiri.
 Oleh karena itu, menulis prosa bisa diibaratkan membangun gedung. Kau harus memiliki pondasi yang kuat. Bayangkan saja ketika kau memiliki rumah yang pondasinya tak kuat. Saat datang hujan, bisa saja atap rumahmu rembes oleh air hujan dan lainnya. Ada beberapa hal yang perlu kau perhatikan saat menulis cerita:
1.      Tokoh
Persiapkanlah tokoh-tokoh yang akan dibuat dalam cerita dengan matang. Tokoh yang dihadirkan bisa meliputi tokoh utama dan pembantu. Berikanlah nama pada tokoh sesuai dengan apa yang kau inginkan.
Setiap tokoh tidak hanya dihadirkan begitu saja tanpa karakter tersendiri. Ketika kau menciptakan tokoh, pikirkan baik-baik, tokoh dan karakter seperti apa yang ingin kau bangun? Buatlah semenarik mungkin!
Setiap karakter yang kau hadirkan akan membuat tokoh menjadi lebih hidup. Maka, jangan lupakan deskripsi dari tokoh yang ingin kau bangun. Deskripsi tokoh tersebut akan membangun karakter tersendiri. Namun, hindari deskripsi yang berlebihan saat mendeskripsikan tokoh. Mudahnya, jika kau ingin membangun tokoh yang baik, buatlah sebaik mungkin begitu pun sebaliknya. Jangan setengah-setengah, karena tokoh yang dibangun dengan setengah hati akan menghasilkan karakter yang kurang.
Sebagai contoh, saat kau menonton film, apakah di menit awal semua tokoh dan karakternya diceritakan? Tentu saja tidak bukan? Begitu pun saat kau membangun karakter tokoh yang kau inginkan. Deskripsikan tokohmu dengan perlahan! Penggambaran tokoh bisa saja disampaikan dengan tersirat. Maksudnya, tokoh digambarkan dengan tingkah laku tokoh dalam cerita yang dibangun.

2.      Garis besar cerita/kerangka dan alur
Setelah kau selesai dengan tokoh dan karakter yang ingin dihadirkan. Buatlah garis besar cerita yang meliputi apa saja yang akan terjadi pada cerita (konflik yang terjadi dan penyelesaiannya). Buatlah garis besar cerita/kerangka cerita dengan singkat, padat, dan jelas.
Garis besar cerita/kerangka sangatlah penting dalam pembuatan cerita. Pembuatan kerangka cerita akan memudahkan dalam menulis dan membuat kita memiliki pijakan agar tak terlalu jauh menyimpang.
Kemudian, alur dalam cerita terdiri dari alur maju, mundur, dan campuran. Pertimbangkan alur seperti apa yang ingin kau gunakan. Alur pada cerita akan berpengaruh terhadap keutuhan cerita. Jika alur yang kau buat tidak utuh, cerita yang telah selesai akan terasa banyak hal yang kurang. Buatlah alur sematang mungkin, jika bisa jangan sampai membuat alur yang berbeda di pertengahan saat kau menulis. Mudahnya seperti ini, saat kau ingin bertamasya, kau akan membuat rencana sebaik mungkin atau bahkan datang ke tempat yang ingin kau datangi. Namun, di tengah perjalanan, ban mobil yang kau kendarai bocor dan membuat kau harus diam di sana bahkan membuat kau mengurungkan niat untuk bertamasya.
Jika perlu untuk membantu, pikirkan hal-hal yang pernah terjadi dalam hidup yang bisa mempermudah pembuatan alur cerita. Jika terjadi hal yang membuat kau berhenti menulis, tariklah napas perlahan, diam sejenak, lakukan hal-hal yang membuat kau tenang. Lalu, lanjutkan menulis dengan perlahan.

3.      Latar
Cerita yang kau bangun membutuhkan tempat/asal muasal atau rumah. Latar meliputi latar waktu, tempat, dan suasana. Bagaimana proses menentukan latar? Menentukan latar dalam prosa tidak jauh berbeda saat menentukan tokoh dan alur. Tentunya, kau harus tahu cerita seperti apa yang ingin kau buat. Latar waktu dalam prosa bisa digambarkan dengan gamblang atau tersirat. Misalkan, ketika kau menceritakan sebuah hubungan perempuan yang selalu diantarkan oleh lelaki dengan menggunakan motor supra. Atau ketika kau menceritakan orang yang berhubungan dengan kawan/keluarganya menggunakan surat atau telegram. Saat memberikan gambaran waktu pada cerita yang kau buat, kau bisa mendeskripsikan apa yang dilakukan oleh tokoh. Tidak selamanya kau menyembutkan waktu yang jelas.
Latar tempat dan suasana yang kau bangun saat membuat cerita tidak jauh berbeda saat kau menentukan latar waktu. Kau bisa menggambarkan tempat seperti apa yang cocok dengan cerita yang sedang ditulis.
           
            Ketiga hal tersebut patut dipikirkan dengan baik dan matang saat menulis prosa. Perlu diingat juga, menulis prosa bukan sekadar mencurahkan isi hati saja. Prosa yang menarik adalah prosa yang bisa memberikan pengetahuan yang baru terhadap suatu hal bagi pembacanya. Menulis prosa berarti melatih diri menahan ego untuk mengimbangi perasaan dan pikiran. Maka, berlatihlah menulis, perlahan, dan konsisten, agar bisa mengenali sejauh mana tulisan kita berkembang.

“Menulis adalah bekerja untuk keabadian”
−Pramoedya Ananta Toer

2018


 
1  disampaikan pada sekolah kepenulisan prosa ASAS, 7-8 Desember 2018
2 mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2016, anggota ASAS. Menulis prosa. Sempat dimuat di Radar Surabaya, Pikiran Rakyat, dan Radar Cirebon.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stres; Lepaskan Kepalaku! dalam Cerpen Bakdi Soemanto; Kepala

APA yang akan terjadi jika kepala mu terlepas? Atau apa yang akan kau lakukan saat kepalamu terlepas? Saya bertanya pada kawan dekat saya, sebagian dari mereka menjawab ‘mati’ sebagian lagi malah menertawakan. Katanya saya sedang bercanda. Tapi sungguh, kau tahu? Saya tidak sedang bercanda. Bakdi Soemanto yang membuat pertanyaan itu menyeruak. Dia seorang penulis asal Solo. Dalam cerpennya yang berjudul ‘Kepala’, cerpen yang sempat dimuat di koran Kompas pada tanggal 15 April 1984 ini menarik perhatian saya. Saat membaca pembukaan cerpen ini, saya sempat berpikir untuk tidak melanjutkan membaca cerpen lebih lanjut. Cerpen ini tidak memiliki hal yang mudah untuk dicerna. Kita sebagai pembaca dipaksa untuk memikirkan jalan keluar bagi masalah yang sedang terjadi pada tokoh utama. Bagi saya, cerpen ini memiliki sisi yang unik untuk dikaji. Baiklah saya akan mengulas sedikit cerpen Bakdi Soemanto ini. Cerpen ‘Kepala’ yang dimuat di koran Kompas ini membuat saya bertanya-tanya. ...

Membaca Kepedihan Perempuan dalam Wajah Terakhir; Mona Sylviana

sumber gambar: https://tinyurl.com/y4js4kqc             Sebelumnya, saya tidak tahu siapa penulis buku Wajah Terakhir. Mona Sylviana sangatlah asing di telinga. Mungkin karena saya kurangnya menelusuri hingga memperdalam buku yang tersebar dimana-mana. Pada mulanya saya pikir Mona Sylviana adalah penulis luar, entahlah. Tapi, Mona adalah perempuan kelahiran Bandung. Perkenalan pertama dengan Mona Sylviana berawal dari sebuah diskusi reboan ASAS―dua puisi saya yang termuat di Pikiran Rakyat dan Radar Cirebon ― dengan seorang senior di ASAS. Beliau memberikan banyak petuah, hingga pada akhirnya meminjamkan saya buku Mona.             Membaca Wajah Terakhir Mona Sylviana membuat saya teringat pada O.Henry. Saya mengenal O.Henry 2016 lalu saat seorang kawan menyarankan membaca tulisannya, hingga pada akhirnya saya mendapatkan buku miliknya di sebuah bookfair. Hadiah Ke...

Perjalanan Kafka Tamura dan Satoru Nakata dalam Dunia Kafka

Awal tahun 2019, saya mulai merapikan buku yang bercecer di kamar kostan. Teringat salah satu buku Haruki Murakami tak ada di tempatnya, rupanya satu tahun lalu, salah satu kawan meminjam buku yang masih sebulan di tangan dan belum sempat diakrabi. Buku itu menginap cukup lama dan tak kunjung pulang. Menjelang pertengahan Maret, tibalah kepulangannya dan bergabung dengan kawannya di rak. Berhubungan dengan hal itu, saya mengakrabi Dunia Kafka karangan Haruki Murakami dengan berbagai pose saat membaca. Butuh waktu hampir dua bulan menyelesaikan semua keakraban dengan Dunia Kafka, salah satunya karena ketebalan buku itu sendiri.   Perjalanan Dunia Kafka terbagi dengan dua plot berbeda. Plot pertama berkisah mengenai Kafka Tamura yang melarikan diri dari rumah. Kafka merupakan anak berusia 15 tahun, anak dari seorang pemahat patung terkenal di Tokyo. Kafka diceritakan memiliki alter ego bernama gagak. Di perjalanan melarikan diri ke Takamatsu, Kafka bertemu dengan Sakura ...